
Jeritan Hati Pedagang Kerak Telor di PRJ yang Kini Sepi Pembeli
Diposting pada 03 July 2025
Jeritan Hati Pedagang Kerak Telor di PRJ 2025: Sepi Pembeli Akibat Tiket Mahal
Jeritan Hati Pedagang Kerak Telor di PRJ 2025: Sepi Pembeli Akibat Tiket Mahal
Kegembiraan Jakarta Fair Kemayoran (PRJ) 2025 bagi sebagian pengunjung, berbanding terbalik dengan kepiluan yang dirasakan oleh para pedagang kecil di dalamnya. Salah satu yang paling merasakan dampaknya adalah para pedagang kerak telor, jajanan khas Betawi yang menjadi ikon kuliner PRJ. Mereka mengeluhkan sepinya pembeli dan anjloknya omzet, yang mereka yakini dipicu oleh harga tiket masuk PRJ 2025 yang tergolong tinggi, yakni Rp 60.000.
Sandi (bukan nama sebenarnya), seorang pedagang kerak telor yang telah berjualan selama lima tahun di PRJ, mengungkapkan kekecewaannya. "Biasanya ramai, omzet bisa mencapai jutaan rupiah dalam sehari. Tapi sekarang? Sepi banget, Mas. Harga tiket yang mahal itu bikin pengunjung jadi mikir dua kali untuk masuk. Kalau masuk, mereka juga pasti lebih hemat pengeluarannya," ujar Sandi dengan raut wajah yang tampak lesu.
Harga Tiket Tinggi, Dampak Besar pada UMKM
Kenaikan harga tiket masuk PRJ 2025 memang signifikan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini menimbulkan spekulasi mengenai dampaknya terhadap perekonomian pedagang kecil dan menengah (UMKM) yang bergantung pada event tahunan tersebut. Tidak hanya pedagang kerak telor, namun pedagang makanan dan minuman lainnya, serta para pengrajin yang berjualan di PRJ, juga merasakan dampak yang sama.
Anjloknya omzet ini berpotensi mengancam keberlangsungan usaha mereka. Banyak pedagang yang harus menanggung biaya sewa kios yang tidak sedikit, ditambah dengan biaya bahan baku yang juga terus meningkat. Kondisi ini semakin mempersulit mereka untuk bertahan di tengah persaingan yang ketat.
Perlunya Solusi dan Perhatian Pemerintah
Kondisi ini menuntut perhatian serius dari penyelenggara PRJ dan pemerintah. Diperlukan solusi yang terintegrasi untuk menyeimbangkan pendapatan penyelenggara dengan kesejahteraan para pedagang kecil yang menjadi bagian integral dari kesuksesan PRJ. Mungkin diperlukan strategi harga tiket yang lebih terjangkau atau adanya program subsidi bagi pedagang UMKM agar mereka tetap bisa bertahan dan berkontribusi dalam memeriahkan PRJ.
Keberadaan pedagang seperti Sandi merupakan bagian penting dari kekayaan budaya dan kuliner Indonesia yang ditampilkan di PRJ. Menjaga keberlangsungan usaha mereka bukan hanya soal ekonomi semata, tetapi juga soal pelestarian warisan budaya bangsa. Semoga PRJ tahun-tahun mendatang dapat memberikan solusi yang lebih berpihak pada semua pihak, termasuk para pedagang kecil yang menjadi tulang punggung ekonomi kerakyatan.