
Biaya Visa Tembus Rp 1,6 M, Microsoft-Amazon Suruh Pekerja Pulang!
Diposting pada 22 September 2025
Biaya Visa Tembus Rp 1,6 Miliar, Microsoft-Amazon Suruh Pekerja Pulang!
Biaya Visa Tembus Rp 1,6 Miliar, Microsoft-Amazon Suruh Pekerja Pulang!
Lonjakan biaya visa H-1B di Amerika Serikat hingga mencapai angka fantastis, sekitar Rp 1,6 miliar, telah memicu reaksi panik di kalangan pekerja asing, khususnya mereka yang bekerja di perusahaan teknologi raksasa seperti Microsoft dan Amazon. Kedua perusahaan tersebut dilaporkan telah meminta sejumlah karyawan pemegang visa H-1B untuk kembali ke negara asal mereka sebelum biaya tersebut resmi berlaku.
Kenaikan biaya yang signifikan ini merupakan dampak langsung dari kebijakan imigrasi yang diterapkan selama pemerintahan Donald Trump. Meskipun beberapa kebijakan telah direvisi di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden, dampaknya masih terasa hingga saat ini. Kenaikan biaya ini bukan hanya membebani pekerja asing, tetapi juga perusahaan yang mempekerjakan mereka.
Dampak Kebijakan Trump yang Berkelanjutan
Kebijakan imigrasi ketat era Trump, yang antara lain menargetkan program visa H-1B, bertujuan untuk memprioritaskan pekerja Amerika. Namun, kebijakan tersebut justru menciptakan ketidakpastian dan menimbulkan hambatan bagi perusahaan teknologi yang sangat bergantung pada talenta global. Kenaikan biaya visa ini dianggap sebagai kelanjutan dari dampak negatif kebijakan tersebut, meskipun administrasi Biden telah berusaha untuk melonggarkan beberapa aturan.
Para pekerja asing yang terdampak menghadapi dilema sulit. Mereka harus memutuskan antara melanjutkan karir di Amerika Serikat dengan menanggung beban biaya visa yang sangat tinggi, atau kembali ke negara asal dan mencari peluang kerja baru. Banyak di antara mereka yang telah bertahun-tahun membangun karir dan kehidupan di Amerika Serikat.
Ancaman bagi Industri Teknologi AS
Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak negatif terhadap industri teknologi Amerika Serikat. Kehilangan akses terhadap talenta global dapat menghambat inovasi dan daya saing perusahaan teknologi AS di kancah internasional. Banyak perusahaan yang bergantung pada pekerja H-1B untuk mengisi posisi-posisi yang membutuhkan keahlian khusus, yang mungkin sulit ditemukan di dalam negeri.
Analisis menunjukkan bahwa lonjakan biaya visa H-1B ini bukan hanya masalah individual bagi para pekerja asing, tetapi juga masalah sistemik yang berpotensi mengganggu pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat. Pemerintah AS perlu mempertimbangkan kembali kebijakan imigrasinya untuk menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi talenta global dan memastikan keberlanjutan industri teknologi.
Ke depan, perkembangan situasi ini perlu terus dipantau. Reaksi dari perusahaan teknologi lainnya dan potensi penyesuaian kebijakan imigrasi oleh pemerintah AS akan sangat menentukan nasib para pekerja asing pemegang visa H-1B.